Minggu, 19 Mei 2019


DARI “I HATE MATHEMATIC” MENJADI “I LOVE MATHEMATIC”



Selanjutnya bagaimana Pentingnya Sejarah Matematika bisa membalikkan mitos negatif tentang Matematika yang selama ini berkembang massif di tengah-tengah masyarakat.
Sebagaimana yang dikemukakan Frans Susilo dalam artikelnya di Majalah BASIS yang berjudul Matematika Humanistik, bahwa kebanyakan sikap negatif terhadap Matematika timbul karena kesalahpahaman atau pandangan yang keliru mengenai Matematika.



Mari kita lihat bagaimana Pentingnya memahami sejarah Matematika bisa merubah keadaan ini! Radford (1996) menyatakan bahwa konstruksi konsep-konsep Matematika berdasarkan sejarah dapat membantu memberikan pengetahuan tentang bagaimana pemikiran siswa dalam membangun pengetahuan mereka tentang Matematika. Beberepa peneliti juga meyarankan tentang penggunaan sejarah dalam pembelajaran metematika (Fauvel & Van Maanen, 2000; Radford, 2000; Katz, 2000).
Implementasi sejarah matematika di sekolah Banyak manfaat yang dapat diambil dari penggunaan sejarah Matematika dalam pembelajaran. Fauvel (dalam Sumardyono, 2012) menyatakan terdapat tiga dimensi besar pengaruh positif sejarah Matematika dalam proses belajar siswa:
a.      Understanding (pemahaman)
Sebenarnya setiap anak didik memiliki dasar kemampuan untuk memahami Matematika. Hanya saja dalam proses belajar selanjutnya mungkin saja menghadapi hambatan dan keterbatasan sehingga siswa menganggap bahwa pelajaran Matematika itu sulit. Sesuai dengan tujuan diberikannya Matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa Matematika sekolah memegang peranan sangat penting. Anak didik memerlukan Matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer.
Selain itu, agar mampu mengikuti pelajaran Matematika lebih lanjut, membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya, dan agar para siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, beserta bersikap positif dan berjiwa kreatif.
Ini berarti Matematika bukan hanya sekedar tuntutan kurikulum yang gugur sesaat setelah melaksanakan pembelajaran, namun lebih dari itu Matematika sudah merupakan sebuah kebutuhan. Perspektif pemahaman ini yang harus dibangun untuk membangkitkan motivasi anak-anak didik untuk belajar Matematika. Dengan ini Matematika malah jadi menyenangkan bukan sebaliknya jadi momok di mata anak-anak.

b.      Enthusiasm (antusiasme)
Sejarah Matematika memberikan sisi aktivitas manusia dan tradisi/ kebudayaan manusia. Sebuah teorema maupun rumus yang sederhana maupun yang kompleks dalam pembelajaran Matematika bukanlah sesuatu yang kebetulan, namun segalanya lahir di tengah-tengah peradaban tradisi manusia yang secara kolektif dikumpulkan dalam suatu wadah ilmu Matematika. Sampai dengan hari ini, belum ada satu pun yang mampu membantah keberadaan dan kegunaan torema yang dilahirkan oleh tokoh-tokoh seperti, Thales (624 SM– ), Pythagoras (582 SM– ), Euclides (300 SM– ), Archimedes (287–212 SM), Apollonius (260–190 SM), Diophantus (250 SM– ), Liu Hui (abad ke-3 M), Tsu Chung Cih atau Zu Chong Zhi (480– ), Seki Kowa (abad ke-17), Aryabhata (abad ke-6), Brahmagupta (628 M–), Bhaskara (1114–1185), al-Khowarizmi (825– ), Tsabit ibn Qorra (836–901), al-Karkhi atau al-Karaji (1020– ), Omar Khayyam (1050–1125), al-Kasyi atau al-Kashi (abad ke-15), Fibonacci (1180–1250), Cardano (1501-1576), John Napier (1550-1617), Descartes (1596-1650), Blaise Pascal (1623–1662), Newton (1642–1727), Euler (1707–1783), Gauss (1777–1855).
Lalu, oleh para developer teknologi modern memanfaatkan teorema-teorema ini, sehingga diciptakanlah semacam gadget, ponsel, aplikasi, jaringan internet, satelit yang bisa mengorbit di angkasa, pesawat terbang, kapal laut, yang semuanya itu menggunakan kaidah Matematika. Yakinlah bahwa pada sisi ini, siswa merasa menjadi bagiannya sehingga menimbulkan antusiasme dan motivasi tersendiri.



c.       Skills (keterampilan)
Bukankah seorang programmer yang profesional sangat menguasai Matematika? Lalu seorang Pilot pesawat juga harus mahir Matematika karena dituntut kemampuan navigasi dan ketelitian? Bahkan skill matematis mutlak harus dimiliki seseorang dalam hidup dan berinterkasi sosial. Semua itu tentu tak lepas dari sejarah peradaban ilmu Matematika.
Namun Yang dimaksud Fauvel bukan keterampilan matematis semata, tetapi keterampilan dalam hal: keterampilan research dalam menata informasi, keterampilan menafsirkan secara kritis berbagai anggapan dan hipotesis, keterampilan menulis secara koheren, keterampilan mempresentasikan kerja, dan keterampilan menempatkan dan menerima suatu konsep pada level yang berbeda-beda. Keterampilan-keterampilan di atas jarang diantisipasi dalam pembelajaran konvensional/tradisional
Furinghetti (dalam Sumardyono, 2012) menyarankan suatu taksonomi penggunaan sejarah matematika dalam pembelajaran, sbb:
1.    Menginformasikan sejarah untuk mengubah image siswa tentang matematika,
2.    Menggunakan sejarah matematika sebagai sumber masalah/soal,
3.    Menggunakan sejarah matematika sebagai aktivitas tambahan,
4.    Menggunakan sejarah matematika sebagai pendekatan alternatif mengenalkan konsep matematika.

Menurut survei tersebut, kemampuan siswa-siswi Indonesia mendududki peringkat bawah dengan skor 375, kurang dari 1% pelajar Indonesia yang benar-benar memiliki kemampuan yang baik di pelajaran matematika ini. Ya, itu adalah fakta yang cukup miris bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Hal ini bisa terjadi karena kesalahan pemahaman mengenai matematika sehingga merubah pola pikir atau mindset seseorang mengenai matematika, ketika seorang anak masih dalam tahap pendidikan dasar mereka telah memiliki pemikiran bahwa matematiak itu sulit, membosankan dan sangat memusingkan kepala, ini bisa terjadi kurangnya pemahaman siswa ketika di sampaika sebuah materi pembelajaran dan ketidak pedulian guru mengenai apakah siswa yang di ajarnya memehami materi yang telah di sampaikannya, bersikap cuek dan tak mau tau apa kesushan yang di alami siswa. Karena menurut beberapa siswa guru adalah salah satu faktor mengapa mereka malas mengikuti pelajaran matematiaka, ketika seorang guru sudah berpenampilan seram, berprilaku cuek, (killer) hal ini menambah kesan seram dan membosankan pelajaran matematiaka di dalam kelas. Tidak sedikit siswa yang malah memilih bolos atau kabur ketika pelajaran tersebut di adakan.
Untuk itulah sebagai calon tenaga pendidik (guru) khususnya pendidikan matematika, kita di tuntut untuk menemukan akar masalah yang menyebabkan siswa malas mengikuti pelajaran dan tidak tertarik dengan matematika serta solusi apa yang seharusnya diterapkan agar siswa memiliki minat terhadap matematika mengingat matematika adalah ilmu yang sangat penting, berikut beberapa cara yang dapat di lakukan oleh calon tenaga pendidik (guru) untuk merubah pola pikir (mindset) siswa agar memiliki rasa ingin tahu mengenai matematika.
 
1.      Pastikan Anak Didik Memahami Keterangan yang Sudah Anda Sampaikan
Berbeda dengan pelajaran lain, matematika adalah pelajaran yang kompleks, di mana setiap materi yang satu berkaitan dengan materi lainnya, materi dasar yang juga menjadi dasar juga sangat mendukung untuk memahami materi yang lebih tinggi, untuk itu perlu di lakukan:
a.       Terangkan materi secara struktural
b.      Santai namun tetap dalam target ketika menerangkan materi, jangan terlalu cepat karena bisa membuat anak didik kurang faham
c.       Bila perlu, ulang kembali keterangan jika banyak anak didik yang kurang faham
d.      Jangan menuntut anak didik untuk menghafal rumus, sering-sering memberi soal dan tugas yang berguna untuk siswa mengingat materi yang telah disampaikan tanpa disadari pula rumus akan dengan sendirinya terhafal bagi siswa yang sering mengerjakan soal.
e.       Paduakan Matematika Dengan Dunia Nyata
Salah satu kendala yang membuat anak didik merasa kesulitan adalah karena matematika adalah abstrak dan terbatas pada angka dan angka. Sekarang, cobalah mengubah dalam menerangkan materi dengan mengaitkan materi tersebut dalam dunia nyata. Selain ini bisa membuat siswa lebih memahami materi trsebut, siswa juga akan termotivasi secara tidak langsung.
2.      Jangan Pernah Mengalihkan Perhaitain Anda Pada Semuan Siswa di Kelas
Perhatian Anda juga harus sepenuhnya tertuju kepada semua anak didik di kelas, baik ketika Anda menyampaikan materi maupun ketika anak didik sedang mengerjakan soal itu penting agar Anda mengetahui apa saja yang di lakukan anak didk dalam proses belajar mengajar.
a.       Jangan membelakangi siswa ketika Anda menulis di papan tulis, cobalah membiasakan diri menulis sambil memperhatikan anak didik, menulis gaya miring.
b.      Jangan hanya berdiri di satu tempat, cobalah berkeliling di antara para siswa saat dan sesudah menerangkan materi.
c.       Libatkan semua siswa dalam proses belajar mengajar, Anda bisa melakukan dengan menanyakan secara lansung, mendekati siswa yang hendak bertanya, menyuruh salah satu anak didik menerjakan soal di papan tulis, membuat kelompok-kelompokbelajar dll.
d.      Jangan pusatkan perhatian Anda hanya untukn anak didik yang pandai matematika saja, ini akan membuat kecemburuan sosial dalam kelas, tetapi ratakan perhatian Anda untuk semua siswa
e.       Gunakan Strategi, Media, dan Metode Pembelajaran yang Relevan
Untuk membantu daya serap anak didk dalam memahami materi, Anda perlu menggunakan beberapa strategi, media, dan metode, misalkan cara atau rumus cepat,alat-alat peraga, dan beberapa metode-metode pembelajara. Tetapi pastikan media dan metode tersebur relevan dan sesuai, baik sesuai dengan materi maupun sesuai dengan kebutuhan anak didik.
3.      Beri Motivasi
Jika hanya fokus pada penyampaian materi kemudian pemberian soal, maka itu akan semakinmembuat anak didik merasa bosan dan jenuh. Sering-sering Anda harus memberikan spirit dan motivasi agar mereka lebih giatbelajar, misalnya:
a.       Beri spirit kepada anak didik Anda agar lebih giat belajar untuk menggapai hari esok yang cerah.
b.      Beritahu fungsi dan manfaat matematiaka dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Sesekali, ceritakan kisah tokoh-tokoh matematika dunia dll.
d.      Sedikit Candaan dan Humor Sudah Cukup.
Matematiaka adalah pelajaran yang sulit dan membosankan bagi anak didik, untuk itulah jangan pernah menambah kebosanan mereka dengan ekspresi dan sikap kaku  Anda. Lebarkan senyum dan bersikaplah lebih humoris, ini akan membantu meringankan beban pikiran anak didik saat belajar di kelas
4.      Evaluasi Cara Mengajar
Sebagai guru, Anda pasti cukup kecewa dengan diri Anda sendiri jika kebanyakan anak didik tidak memahami materi yang sudah disampaikan, harapan Anda semakin surut dan semangat pun semakin layu. Untuk itu, cobalah mengevaluasi pengajaran Anda sendiri sebelum mengevaluasi siswa.
5.      Jangan Pernah Paksa Siswa Untuk Menguasai Matematika
Meskipun Anda sudah berusaha mengoptimalkan proses belajar mengajar secara maksimal, tetapi pasti ada beberapa anak didik yang memiliki bakat alami sulit memahami matematika. Jangan pernah memaksa mereka, justru beri mereka motivasi untuk mengasah pelajaran yang mereka bisa. Ingatlah bahwa setiap anak didik memiliki bakat dan keahlian yang berbeda-beda dalam pelajaran tertentu. Jika terlalu memaksa anak didik untuk memahami dan menguasai materi yang telah di berikan itu adalah kesalahan.
 
Dengan menjadi tenaga pendidik yang mampu memahami apa kebutuhan dan kesulitan setiap anak didik tidak menutup kemungkinan akan menjadikan siswa lebih antusias ketika pelajaran di sampaikan. Ketika rasa ingin tahu di dalam diri anak didik sudah ada maka tujuan pembelajaran (anak didk menjadi pandai) pun akan tercapai. Dan dapat mengubah mindset siswa dari "i hate mathematic" menjadi "i love mathematic"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lingkar Santri (Satuan Trigonometri)

LINGKAR SANTRI (SATUAN TRIGONOMETRI) Sekarang kita akan memahami konsep trigonometri berdasarkan lingkaran satuan. Apa itu lingkaran s...